Tidaklah berlebihan bila kota  Pasuruan mendapat julukan sebagai kota Santri, karena kota pasuruan kental sekali nuansa religi di berbagai daerah, baik di pinggiran  maupun perkotaan. Kali ini tim mengunjungi makam seorang tokoh syiar Islam di wilayah kecamatan Rejoso sebelah barat Kota Pasuruan. Masyarakat Kota Pasuruan mengenalnya sebagai Mbah Segoro puro. Selain ulama besar beliau dikenal sebagai pejuang yang amat anti penjajahan bangsa Belanda kala itu.


Untuk mencapai Makam Mbah Segoropuro, Dari terminal Pasuruan (desa Blandongan) kita menuju arah Timur butuh 15 menit atau sekitar 5 km saja. Sesampai di Desa Segoropuro terdapat Masjid-Segoropuro berdiri megah di sekitaran itulah terdapat kompleks makam Segoropuro.

Mbah Segoropuro atau Sayyid Arif Segoropuro alias Sayid Abdurrahim putra dari Sayid Abdurrahman dan Syarifah Khadijah. Sayid Abdurrahman ialah cicit dari Sayid Abu Bakar Syaiban, seorang ulama terkemuka di Tarim, Hadramaut, yang masih memiliki garis keturunan dengan Rasulullah Muhammad  SAW. Sekitar abad ke 17, banyak ulama dari Arab maupun Gujarat India, yang datang untuk berdakwah maupun berjualan di Indonesia. Sayid Abdurrahman ayahanda dari mbah Segoropuro, termasuk di dalamnya yang saat itu datang ke Indonesia, beliau memilih mengunjungi Cirebon.

Di Cirebon, Sayid Abdurrahman menikahi Syarifah Khadijah (cucu Raden Syarif Hidayatullah) atau Sunan Gunung Jati. Dari pernikahan itu, lahirlah Sayid Sulaiman, Sayyif Arif Segoropuro serta Sayid Abdul Karim.

Atas perintah Sunan Gunung  Jati di Cirebon mereka bertiga menyebar luaskan ajaran islam ke wilayah Timur Pulau Jawa. Sayid Arif bersama kakak kandungnya, Sayid  Sulaiman juga memperdalam keilmuannya di pondok pesantrennya Sunan Ampel di Surabaya. Dari Ampel, kakak beradik ini pergi ke Pasuruan berguru kepada Mbah Sholeh Semendi.

Oleh Mbah Semendhi, keduanya digembleng keilmuan tentang ajaran Islam. Hingga dijodohkan dengan anak dari Mbah Semendhi sendiri. Kedua bersaudara ini tetap melakukan syiar Islam. Sayid Arif tetap belajar di Segoropuro, sementara Sayid Sulaiman menuju ke Kraton (kecamatan Kraton) babat alas di kawasan Kraton (Sayyid Sulaiman inilah dikenal sebagai pendiri pondok pesantren  Sidogiri) Pengaruh pondok pesantren Sidogiri yang dikendalikan Sayyid Sulaiman amat besar hingga gaungnya sampai ke banten.

Banten saat itu sedang gonjang-ganjing mengingat Sultan Ageng Tirtayasa dikhianati oleh Sultan Haji anaknya sendiri. Sultan haji lebih memihak Belanda karena haus tahta dan kekuasaan. Mengetahui hal tersebut Sayyid Sulaiman dan Sayyid Arif lebih memilih untuk berjuang menentang penjajahan Belanda, keduanya lantas bergabung dengan Kekuatan Untung Suropati, yang dikemudian hari Untung Surapati berhasil menjadi Adipati Pasuruan.

Syiar Islam Sayid Arif dikala itu membuat Belanda meradang,  santri serta pengikut Sayyid Arif kian lama semakin besar dan membentuk kekuatan yang menentang Belanda. Begitu juga dengan syiar yang dilakukan Sayid Sulaiman, yang bahkan menyebar ke daerah lain di Jawa timur. Tidak hanya di kawasan Pasuruan, tapi juga sampai Banten. Hingga Sultan Agung Tirtayasa sekitar tahun  1681-an memanggil Sayyid Sulaiman dan Sayyid Arif menghadap ke Kesultanan Banten.

Sumber : diambil dari berbagai sumber & www.sarkum.com