Padang, Sekali lagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Payakumbuh mempertontonkan kebingungannya dalam sidang lanjutan tindak pidana korupsi atas nama Terdakwa dr. Bakhrizal, MKM di Pengadilan Tipidkor Klas IA Padang, Kamis 21 Juli 2022 lalu.


Pasalnya terungkap antara dakwaan, tuntutan serta Replik yang dikemukakan oleh JPU saling bertentangan satu sama lain, sehingga menggambarkan sebuah inkonsistensi di dalam melakukan tuntutan terhadap perkara ini. 


" Ini memang tindakan aneh yang dilakukan jaksa penuntut umum karena memang kasus ini tidak layak untuk dinaikkan ke pengadilan, namun JPU tetap memaksakan untuk naik sehingga semua fakta-fakta persidangan tidak ada satupun yang mendukung dugaan atas tindak pidana korupsi pengadaan APD kota Payakumbuh," ungkap Rahmatsyah Dirwaster didampingi Wadirster Zamzami Edward LSM Badan Pemantau Kebijakan Publik (LSM-BPKP) Provinsi Sumatera Barat pasca sidang itu hari lalu.


Menurutnya sungguh sangat aneh juga soal tindakan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Payakumbuh tersebut. Yang mana terkesan JPU memaksakan kehendak untuk upaya mengkriminalisasi hukum terhadap dr. Bakhrizal, MKM.


Dugaan itu terpantau oleh Tim LSM BPKP Sumbar dari rangkaian alur persidangan sebelumnya dalam pembacaan tuntutan 18 Juli 2022 dan pada hari Kamis 21 Juli 2022 lalu di Pengadilan Tipidkor Klas IA Padang dalam agenda pembacaan Replik (tanggapan) Penuntut Umum atas Nota Pembelaan (Pledoi) dr. Bakhrizal atau Penasehat Hukum.


Dalam sidang agenda penuntut umum membacakaan Repliknya (tanggapan), seakan kebingungan atas Replik Pledoi dr. Bakhrizal atau Penasehat Hukum yang telah  dibacakan sebelumnya pada Senin 18 Juli 2022 lalu oleh dr. Bakhrizal atau Penasehat Hukum.


" Dalam Replik yang secara tertulis lalu dibacakan didepan Majelis Hakim itu, JPU diindikasikan tidak konsisten dengan dakwaan dan tuntutannya. Bahkan, tuntutan JPU dengan Repliknya sangat jauh berbeda," ungkap Rahmatsyah pula.


Dikatakan Rahmatsyah bahwa dalam Replik, Penuntut Umum menyebutkan kalau Pengadaan APD Covid19 di Dinas Kesehatan Payakumbuh tetap Fiktif dan  Negara dirugikan Rp. 195 Juta dan dr. Bakhrizal diuntungkan dalam Pengadaan APD dimaksud.

 

Sementara, dalam Pembacaan Sidang Tuntutan dari JPU Kejari Payakumbuh sebelumnya, dalam dakwaan Primair membebaskan terdakwa. Dituliskan dan dibaca oleh JPU bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan Primair. 


" Pada itinya pada pasal yang tersebut tidak terbukti secara sah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi. Jadi dimana letaknya merugikan keuangan negara dan dr. Bhakrizal diuntungkan," ujar Zamzami Edward juga dengan rasa bingung.


Akan tetapi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Menyatakan Terdakwa dr. Bakhrizal terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan subsider.


Sebelumnya jelasnya, kalau dikutip dari pernyataan Penyuluh Anti Korupsi Muda Bobson Samsir Simbolon, S.H, C.L.A, C.P.L.C, T.L.C, C.M.L, C.H, C.Ht yang mengatakan bahwasannya dalam hal kerugian Negara, juga Penuntut Umum tidak bisa membuktikan kerugian Negara yang terjadi benar-benar nyata atau Actual Loss, sebab yang dimaksud oleh Penuntut Umum ternyata kerugian yang bersifat potensi atau terindikasi, padahal Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan bahwa kerugian Negara didalam Perkara Korupsi adalah kerugian Negara yang Actual Loss, dan itu harus dibuktikan oleh Penuntut Umum terlebih dahulu sebelum perkaranya diajukan ke Persidangan.


" Oleh karena Penuntut Umum tidak bisa membuktikan Dakwaannya, maka Terdakwa harus dibebaskan dari segala Dakwaan Penuntut Umum, kalau Terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman, maka hal itu bukan berdasarkan Dakwaan dan fakta-fakta persidangan," jelas Bobson Samsir Simbolon itu.


Sementara juga anehnya, kalau diambil dari uraian tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan kalau dr. Bahkrizal sebelumnya meminjam uang Rp 245 juta ke PDAM digunakan untuk kepentingan kegiatan Dinkes Payakumbuh. 


Sedangkan, dikatakan dalam tuntutan itu juga bahwa uang yang dicairkan dari rekening CV Elang Mitra Abadi di berikan kepada terdakwa Rp. 195 juta oleh saksi Ns. loli Fitri. Setelah itu uang yang diterima oleh terdakwa tersebut langsung disetorkan ke rekening atas nama Perumda Air Minum Tirta Sago sebesar Rp. 245 juta untuk membayar uang yang pernah dipinjam oleh Dinas Kesehatan Payakumbuh pada tanggal 25 November 2020.


Lebih anehnya setelah itu muncul tuduhan kepada dr. Bakhrizal. Yang mana dalam surat tuntutan JPU menuliskan bahwa untuk membayarkan uang yang telah dipinjam oleh terdakwa ke PDAM. Maka terdakwa membuat pengadaan yang sifatnya fiktif dan Terdakwa dituduh diuntungkan karena dapat melunasi hutangnya ke PDAM.


" Jelas-jelas hasil fakta persidangan yang berhutang pada PDAM ialah Dinas Kesehatan Payakumbuh untuk keperluan pembayaran APD yang didatangkan Bunda Putri bukan merupakan hutang Pribadi dr. Bakhrizal,


" Ini kan aneh Padahal jelas terungkap di Fakta persidangan uang yang di pinjam dari PDAM atas nama Dinas Kesehatan Payakumbuh bukan pribadi dr. Bakhrizal. Tapi JPU menuduh merupakan hutang pribadi Terdakwa. Ini sungguh aneh sekali dan tuduhan yang keliru," tegas Zamzami lagi.


Sementara, berbanding terbalik didalam Replik Penuntut Umum Atas Nota Pembelaan (Pledoi) Terdakwa dr. Bakhrizal atau Penasehat hukum. Dalam Replik itu juga menyebutkan kalau dr. Bakhrizal diuntungkan, CV Elang Perkasa Abadi diuntungkan, dan Bunda Putri juga diuntungkan. 


" Jadi disini kita dari sosial kontrol menilai dan kuat dugaan bahwa jaksa selama ini telah menkriminalisasi hukum terhadap dr. Bakhrizal karena berbanding terbalik antara tuntutan dengan Repliknya yang jauh berbeda, dan juga dari fakta persidangan tentang tuduhan Pengadaan APD Covid19 Fiktif tidak pernah terbukti sama sekali atau terbantahkan karena barang APD dimaksud ada dan sudah tersebar ke RSUD dan Puskesmas," tegas Ramatsyah yang akrab disapa Bj Rahmad itu menambahkan.


Lebih lanjut lagi, disebut JPU bahwa dalam persidangan tuntutannya menyebutkan bahwa Eha Julaiha juga diuntungkan dengan pengadaan dimaksud. 


Sementara, dalam Replik penuntut umum atas nota pembelaan pledoi terdakwa dr. Bakhrizal, MKM atau penasehat hukum. JPU menuliskan bahwa terkait dana yang dipinjam dari PDAM kota Payakumbuh sebesar Rp 245 juta dibayarkan dari hasil pengadaan APD sebesar Rp 195 juta, dan sisanya sebesar Rp 50 juta ditutupi oleh kedua PPK yaitu PPK RSUD dan PPK Dinkes.

Berdasarkan itu jelas perbuatan terdakwa telah menguntungkan orang lain yaitu Bunda Putri.


" Aneh sekali, sepertinya Penuntut umum memang benar sangat kebingungan. Patut diduga ini karena dari awal dulu proses mulai penetapan tersangka dr. Bakhrizal sampai menjadi Terdakwa, perkaranya tidak duduk dan terkesan dipaksakan," tutup Rahmatsyah.


Sumber: Hones